Blogroll

Kamis, 24 November 2011

Aku, Mereka, dan Hidup Ku

Masyarakat Indonesia Bagai Daun Kering

Kamis, 13 Oktober 2011

Daun Kering, sumber tumblr
Indonesia...

Apa yang ada dibenak kalian ketika mendengar kata "INDONESIA"? Apakah berkelebatan keindahan alamnya? Atau malah berlapis-lapis masalahnya? Atau mungkin juga teringat orang-orangnya yang lucu-lucu dan ramah seperti dalam lirik lagu Trio Kwek Kwek - Katanya?

Berbicara mengenai alam Indonesia memang tidak ada habis-habisnya. Dari Sabang sampai Merauke terbentang kemilau harta karun. Zamrud Khatulistiwa. Tapi berbicara masalahnya pun tidak pernah ada habisnya juga. Entah ini efek pemberitaan media yang terlalu mem-blow up berita-berita permasalahan di Indonesia atau memang realita yang berkembang demikian membludaknya sisi negatif bangsa ini. Kadang otak ini sudah tak cukup untuk menimbun memori mengenai berita-berita, kasus-kasus yang berkelebatan hilir mudik silih berganti di depan layar televisi, radio, mau media cetak.
Ada apa dengan Indonesia ku?

Beberapa hari yang lalu, saya teringat sebuah buku di jaman awal-awal kuliah yang diberikan oleh dosen Ilmu Sosiologi. Judulnya
"Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan" oleh Koentjaraningrat. Seakan-akan kembali lagi menjelma di antara bangku-bangku kuliah saat saya kembali membuka-buka tiap halaman buku itu. Berdiskusi dengan teman seperjuangan di gedung D dahulu.

Kata Koentjaraningrat, kelemahan mentalitas Indonesia yang timbul sesudah revolusi ada 4, yaitu:

  1. Sifat mentalitas yang meremehkan mutu;
  2. Sifat mentalitas yang suka menerabas;
  3. Sifat tak percaya kepada diri sendiri;
  4. Sifat tak berdisiplin murni; dan
  5. Sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh. (poin ini serasa menusuk ubun-ubun saya yang sekarang sedang mengabaikan tanggung jawab di Greenlight. Afwan, hiks..)
Bagaimana menurut kalian? Setuju dengan yang disebutkan dalam poin-poin seperti di atas? Apakah iya manusia-manusia Indonesia seperti itu? Secara pribadi saya setuju dengan pendapat Koentjaraningrat. Mentalitas orang Indonesia, termasuk saya, pernah dan mungkin kadang atau malah sering meremehkan mutu, suka menerabas, tak percaya pada diri sendiri, tak berdisiplin, dan suka mengabaikan tanggung jawab pokok.

Setelah membaca buku itu, saya mendadak teringat suatu permasalah yang lain. Beberapa bulan terakhir ini, di beberapa wilayah di Indonesia sering kali terjadi kerusuhan. Entah itu bentrokan antar-pelajar, antar-warga, antar-suku, antar-umat beragama, antar-suporter dan kerusuhan-kerusuhan yang entah dipicu oleh hal apa dan menyebabkan banyaknya korban berjatuhan. Sungguh sebuah ironi dalam elegi. Coba saja kita ingat beberapa tahun ke belakang, ada sebuah kerusuhan antar-suku, yang kita kenal dengan Kerusuhan Sampit. Membaca dan melihat beritanya saja saya sudah ngeri. Nyawa, darah dan tubuh manusia bagaikan sesuatu yang tak berarti. Kepala-kepala bertebaran di mana-mana. Sungguh sesuatu yang sangat menakutkan bagi saya. Kejadian ini dipicu oleh kesenjangan sosial antara Suku Dayak dan Madura yang ada di sana. Ironis bukan?
 
Kerusuhan (Sumber: Google)
Dimana lagi kata "ramah" yang selama ini disandang oleh orang Indonesia? Jika mengacu pada kejadian baru-baru ini, kita tahu ada kerusuhan antar-pelajar di Jakarta, bayangkan generasi bahan bakar pembangunan bangsanya saja seperti ini. Apa kata dunia? Sedikit tersulut oleh beberapa hal yang belum tentu kepastiannya, sering kali orang Indonesia langsung berbondong-bondong sigap untuk saling membawa parang dan senjata tajam serta tumpul lainnya. Siap untuk saling berkelahi dengan saudaranya sendiri. Siap menjadi pahlawan bagi kelompoknya dan menjadi lawan bagi saudaranya. Bukankah kita sesama orang Indonesia itu bersaudara? Meskipun ada ego antar-manusia, tapi damai itu lebih indah.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al Hujuraat : ayat 13)
Pernahkah kalian merasa senang saat menolong orang dan tiba-tiba orang tersebut bilang: "terima kasih". Meskipun hanya sebuah kata, tapi hati kita menjadi berbinar-binar kan? Tapi jika kita membacok orang apakah orang tersebut bilang: "terima kasih"? Kerusuhan pun terjadi bukan hanya di dunia yang kita sapa secara nyata. Dalam dunia internet pun terkadang ego untuk saling menjatuhkan bahkan saling menebar pendapat pedas yang mematikan itu terjadi.

Mentalitas orang Indonesia yang senang akan keributan, kerusuhan, bentrokan, saling mencaci-maki, saling menjelekkan dan beberapa perilaku serupa ini sudah menjadi sesuatu hal kejam dan mulai mengikis budaya kita yang katanya tenggang rasa, gemah ripah loh jinawi. Terkadang rindu akan semua itu. Rindu rasa aman, rindu rasa damai sesama, damai hati dan jiwa.

Apakah orang Indonesia seperti daun kering?
Menurut saya: "Daun kering itu banyak, bertebaran, tapi mudah dikumpulkan, mudah pula disulut oleh percikan api, serta mudah dipisahkan kembali ketika angin kencang berhembus yang lama kelamaan akan terbang entah kemana."

Apakah kita, sebagai orang Indonesia mau disamakan dengan daun kering? Tentunya tidak. Jadi bagaimana mengubah perilaku ini? Menurut saya kita harus memperbaiki diri seperi Aa Gym serukan. 3 M (Mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang). Mulai merubah sikap diri sendiri, kemudian rubah kebiasaan pendidikan dini di dalam keluarga. Jika kita sudah dididik dalam lingkungan yang saling menghargai sesama mahluk Allah SWT. Niscaya kita akan menghargai darah, nyawa, serta tubuh manusia. Tidak ada yang mudah, tapi tidak ada yang tidak mungkin. Bagaimana solusi menurut kawan-kawan semua? Saya rasa kalian punya pendapat sendiri yang indah. Coba share di sini.
 
DAMAI ITU INDAH... Happy Thursday Fellas :)



0 komentar:

Posting Komentar