Blogroll

Jumat, 25 November 2011

Keadaan laut di Indonesia akibat dari kenaikan muka air laut

Keadaan laut di Indonesia akibat dari kenaikan muka air laut

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang didunia dibawah Kanada. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki lebih dari 13000 pulau tetapi masih banyak yang belum diberi nama. Anugerah alam yang berupa laut ini seharusnya dapat membuat Indonesia menjadi negara yang kaya dari hasil laut.

Di zaman globalisasi seperti ini, dimana penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil baik berupa minyak ataupun batu bara banyak digunakan. Penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil ini tentunya memiliki dampak tersendiri seperti emisi gas buang yang berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor maupun asap dari cerobong pabrik. Emisi ini terdiri dari bahan-bahan/unsur- unsur yang berbahaya seperti timbal (Pb), karbon diooksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan Sulfur (S). Secara khusus akan dibahas mengenai dampak CO2 terhadap laut di Indonesia. Karbondiooksida atau CO2 merupakan gas efek rumah kaca yang memiliki daya rusak cukup kuat terutama untuk membuat lapisan dari ozon berkurang. Lapisan ozon yang semakin tipis ini membuat sinar ultraviolet dapat dengan mudah tembus ke permukaan bumi. Ini membuat suhu bumi semakin lama semakin meningkat dan menyebabkan gunung-gunung es di kutub mencair akibatnya, terjadi kenaikan permukaan air laut. Kenaikan muka laut sejak 1984 diketahui terutama disebabkan oleh meningkatnya suhu global akibat meningkatnya kadar CO2 dan gas lain di atmosfer. Fenomena naiknya muka laut dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian termal sehingga volume air laut bertambah. Perkiraan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyebutkan, jika suhu rata-rata permukaan bumi naik 1°-3,5°C pada tahun 2100, permukaan air laut naik antara 15-95 sentimeter. Dengan tingkat kenaikan 1 cm per tahun, pada 2050 kenaikannya mencapai 40 cm.

Indonesia adalah negara kepulauan dengan mayoritas populasinya tersebar di sekitar wilayah pesisir. Kemungkinan dampak negatif yang dapat dirasakan langsung dari fenomena kenaikan muka laut di antaranya erosi garis pantai, penggenangan wilayah daratan, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, meningkatnya dampak badai di daerah pesisir, salinisasi lapisan akuifer dan kerusakan ekosistem wilayah pesisir.Meskipun demikian, sampai saat ini karakteristik serta perilaku dari fenomena naiknya muka laut di wilayah regional perairan Indonesia belum dipahami secara baik dan komprehensif. Dengan demikian, perilaku kedudukan muka laut, baik variasi temporal maupun spasialnya, di wilayah Indonesia merupakan salah satu informasi penting yang diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah secara berkelanjutan. Berdasarkan pemantauan satelit altimetri (Topex/Poseidon ) tersebut, selama 10 tahun di wilayah perairan Indonesia terlihat indikasi kenaikan muka laut dengan magnitude sekitar 8 mm per tahun. Berdasarkan data terakhir dengan satelit Jason, ditemukan bahwa kenaikan rata-rata di Indonesia 5 mm-1 cm per tahun. Tinggi rendahnya kenaikan dipengaruhi topografi dan pola arus laut. Dilihat berdasarkan kawasan, kenaikan muka laut relatif lebih besar di kawasan timur Indonesia. Penelitian yang dilakukan Hasanuddin Z Abidin, Ketua Kelompok Keilmuan Geodesi ITB, menunjukkan terjadinya penurunan sekitar 12 cm per tahun. Hal ini yang akan memperbesar dampak daerah yang terlanda banjir saat musim hujan di daerah pantai Jakarta. Oleh karena akan banyak dampak yang ditimbulkan dari kenaikan muka air laut, maka dari itu kenaikan permukaan air laut ini sedini mungkin harus kita tanggapi dengan serius agar dampak yang ditimbulkan dari kenaikan permukaan air laut ini tidak ‘parah’ dan menyebar ke bagian-bagian yang lainnya.
Sumber : http://www.wargahijau.org/index.php?option=com_content&view=article&id=188:perubahan-iklim-memantau-kondisi-indonesia&catid=22:green-policy&Itemid=24 : minggu 22 november pukul 20.30 WIB
(Ini LTM yang dikumpulin kemarin)
Ini tambahan yang mungkin perlu
Laut semakin tidak layak huni lagi bagi mahluk hidup


Spesies-spesies laut akan banyak yang punah bersamaan dengan naiknya keasaman laut akibat tingginya CO2.Pemanasan global secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi perairan laut di berbagai belahan dunia. Fungsi laut sebagai penyerap CO2 yang dihasilkan dari cerobong asap berbagai jenis industri dan knalpot kendaraan berbahan bakar konvensional memang sangat dibutuhkan dan bisa mengurangi emisi CO2 cukup signifikan. Tetapi seiring dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak industri serta kendaraan melepas CO2 ke atmosfir, laut bekerja semakin berat. Bahkan dilaporkan bahwa kondisi laut juga mengalami perubahan akibat hal tersebut. Besarnya CO2 yang diserap menjadikan laut bersifat asam karbon. Dengan kondisi demikian, kalsium karbonat yang dibutuhkan spesies di rantai makanan terbawah sekarat, akibat larutnya kalsium karbonat oleh asam karbon. Beberapa peneliti dan ilmuwan di Amerika Serikat menunjukkan gambaran yang mungkin terjadi pada perairan laut di masa depan dan dampaknya terhadap ekonomi dari sektor perikanan dan kelautan pada acara dengar pendapat di depan Senate Commerce Committee, membahas pengaruh sektor usaha kelautan dan komunitas di pantai. Sebagian besar yang disajikan oleh para peneliti dan ilmuwan tersebut cenderung lebih fokus pada kondisi laut yang telah mengalami perubahan akibat pemanasan global. Brad Warren, pengamat kondisi laut di program Sustainable Fisheries Partnership, Seattle, menyatakan bahwa akibat tingginya keasaman dan kekurangan oksigen yang terjadi pada perairan laut merupakan penyebab udang-udang tidak bereproduksi. Studi yang dilakukan negara bagian tersebut juga mendapati bahwa dua pertiga larva kepiting biru mati ketika tingkat keasaman laut meningkat.


Studi lain yang dilakukan juga menunjukkan bahwa spesies kecil seperti pteropods yang menjadi sumber makanan bagi ikan salmon dan ikan lainnya juga tidak mampu bertahan hidup ketika tingkat keasaman laut bertambah. Alexandra Cousteau, ilmuwan yang juga meneliti masalah tersebut menambahkan bahwa di Teluk Meksiko, sebuah dead zone telah tercipta akibat masuknya aliran sungai Mississippi dengan polutan-polutan dari pertanian-pertanian di sekitarnya. Akibatnya hanya beberapa jenis spesies yang bisa bertahan hidup di sana. Menurutnya tidak ada kebijakan-kebijakan yang berdiri sendiri, terutama jika berkaitan dengan masalah sumber daya air. Energi, transportasi, perubahan iklim, infrastruktur, pertanian, pembangunan pedesaan menjadi titik dimulainya kebijakan kelautan. Sementara peneliti-peneliti lain memberikan dampak lebih jauh akibat berubahnya kondisi laut berkaitan dengan ekonomi. Industri perikanan, wisata dan sektor ekonomi yang berkaitan dengan laut akan mengalami kehancuran. Jika ramalan-ramalan yang berdasarkan data dan fakta para peneliti dan ilmuwan tersebut menjadi kenyataan, maka bisa dibayangkan dampaknya terhadap Indonesia yang sebagian besar pulau-pulaunya dikelilingi laut.

Sumber : www.planethijau.com

0 komentar:

Posting Komentar